Keyra.
Aku tidak mengerti apa yang ada
difikiranku saat ini, semakin hari aku melihat sosok kak Kieran didalam diri
Jayden. Padahal tidak ada kesamaan yang mencolok diantara mereka berdua. Tapi
sifat Jayden yang sangat peduli padaku, membuatku merasa nyaman saat berada
didekatnya. Dia selalu bisa membuatku tertawa disaat aku sedih. Dia bisa kuajak
berdiskusi jika aku membutuhkan teman bahkan dia ada disaat aku membutuhkan
pertolongan. Ya, walaupun terkadang dia sangat menyebalkan dengan sifat rasa
ingin tahunya yang sangat tinggi. Tapi akhir-akhir ini dia seperti kak Kieran
dulu yang selalu ada untukku.
Seperti hari ini contohnya, sejak
tadi pagi dia selalu menatapku curiga. Dia tahu kalau aku sedang tidak baik,
walaupun dari tadi aku berusaha untuk tetap ceria, selalu tersenyum. Tapi dia
ternyata tahu kalau aku sedang menyembunyikan sesuatu darinya.
“ Key, apa kau
baik-baik saja? Wajahmu pucat.” Tanyanya sambil tetap menatap wajahku.
Saat dia
bertanya seperti itu, spontan aku langsung menunduk. “ Ehh, tidak apa-apa. Aku
hanya kurang tidur saja” jawabku gugup, tapi aku berusaha tersenyum agar dia
tidak curiga lagi.
Uhh, pasti ini
gara-gara aku kurang tidur semalam, jadinya terlihat pucat pagi ini. Rutukku
dalam hati
“Kau bohong
Key..”
“Jayden, percaya
padaku..” Jawabku meyakinkannya.
Dia menggeleng.
“Aku bisa melihatnya Key.”
Sepertinya aku memang bukan tipe
pembohong yang ulung. Jayden telah menjadi buktinya. Dia tidak percaya padaku
sama sekali. Akhirnya aku menyerah, aku memang harus jujur padanya. Tapi yang
pasti tidak disini, karena aku sedang malas membahasnya. Aku masih kesal.
Aku menghela
nafas, “ Aku sedang tidak ingin membahasnya sekarang, Jayden” jawabku pelan,
hampir tidak terdengar.
“Baiklah, aku
takkan memaksamu.” Jawaban itulah yang kuharapkan sekarang. Terima kasih
Jayden.
Disaat bersamaan dari kejauhan aku
melihat dosennku sudah datang, itu berarti aku harus segera masuk kedalam
kelas.
“Jayden, aku
harus masuk. Dosennya sudah datang.” Ucapku sambil beranjak dari tempat duduk
yang ada disampingnya.
Namun disaat aku
baru melangkah, dia memanggiku lagi. “Key, nanti kau pulang dengan Kevin?”
“Tidak, Aku
pulang sendiri.” Entahlah sekarang Kevin sedang apa, sepertinya dia sudah
melupakanku, aku mengumpat dalam hati.
“Ya sudah, aku
menunggumu diperpustakaan”
Aku hanya tersenyum dan mengangguk,
menerima ajakannya. Lalu aku masuk kedalam kelas.
***
Entah sudah berapa lama Jayden
menungguku diperpustakaan, saat keluar dari kelas aku langsung keruangan dosen
untuk mengambil beberapa buku yang akan kupakai sebagai referensi tugas
akhirku. Setelah selesai aku langsung keperpustakaan menemui Jayden. Saat masuk
keruangan kulihat dia sedang sibuk dengan ponselnya. Tak lama kami didalam
perpustakaan karena Jayden langsung mengajakku makan siang sebelum pulang. Kami
langsung keluar meninggalkan perpustakaan itu.
Kami sedang membicarakan mengenai
kegiatan kampus saat tiba-tiba ponselku berbunyi. Aku langsung mengambilnya dan
melihat nama yang tertera dilayarnya. Kevin, melihat namanya tertera dilayar
ponselku membuat mood ku yang tadi sudah lebih baik dibandingkan semalam
mendadak kacau lagi. Lalu aku memasukkan kembali ponselku tanpa menerima
panggilannya. Kevin, kenapa kau membuatku kesal seperti ini.
“Key, kenapa
tidak diterima panggilannya.” Suara Jayden membuyarkan lamunanku tentang Kevin.
“Tidak apa-apa.
Aku sedang malas menerima panggilannya” jawabku, jujur saat ini aku memang
malas untuk berbicara dengan Kevin.
Kulihat Jayden
mengerutkan dahinya saat mendengar jawaban dariku. “Memangnya siapa yang
menelpon?” tanyanya lagi.
Aku membuka tasku lagi dan mengambil
ponsel yang ada didalamnya. Suara nada dering ponselku kembali terdengar,
dengan nama Kevin yang kembali tertera dilayar. Aku langsung menunjukkan
kepadanya. Jayden terlihat bingung setelah melihat ponselku tadi. Lalu dia
kembali fokus menyetir mobilnya.
Sekarang aku dan Jayden sama-sama
diam. Kami sibuk dengan fikiran masing-masing. Aku kembali tenggelam dalam ingatan
tentang tadi malam.
Kejadian
itu berawal dari rasa khawatirku saat Kevin tidak menghubungiku seharian. Dia
hanya menelponku kemarin pagi, tapi siang hingga jam 10 malam dia tidak
mengabariku sama sekali. Sudah beberapa kali ku kirimkan pesan singkat padanya
tapi tak ada balasan. Aku sangat khawatir, karena tidak biasanya Kevin seperti
ini, biasanya dialah yang selalu menghubungiku. Karena itulah akhirnya aku
memutuskan untuk menelponnya, beberapa kali kutelpon tapi tak ada tanda-tanda
dia menerima panggilanku. Aku semakin khawatir, dimana Kevin, baik-baikkah dia?
Kuulangi hingga beberapa kali, hingga akhirnya dia menerimanya. Aku menghela
nafas saat dia menerima panggilan dariku. Berarti Kevin baik-baik saja. Tapi
belum sempat aku menanyakan kemana dia selama seharian hingga membuatku cemas,
terdengar suara perempuan didekatnya.
“Keviiin.. Ayo, aku sudah sangat lelah
sekali. Cepat sedikit. Kulihat dari tadi kau hanya menelpon saja tanpa
memperdulikanku” suara wanita itu terdengar hampir seperti rengekan.
Aku terkejut mendengarnya, siapa wanita
itu? apa yang dikatakan dia barusan?
“Vin..?? Jelaskan padaku dimana kau
sekarang, dan siapa wanita itu?” ucapku pelan. Rasanya seluruh rasa khawatirku
tadi telah hilang dan berganti dengan rasa curiga begitu besar. Otakku mulai
berimaginasi, membayangkan Kevin melakukan sesuatu yang akhirnya bisa membuatku
kecewa padanya.
“Key, maafkan aku. Tapi ini tidak seperti
yang kau kira. Dia itu...” belum selesai dia menyelesaikan ucapannya. Suara
wanita itu kembali terdengar.
“Kevin.. kumohon adakah hal yang lebih
penting lagi dibandingkan berbicara ditelpon.”
“Vin, siapa dia? Kevin jawab aku?” kali
ini suaraku lebih tegas, aku ingin tahu siapa wanita itu.
“Key, akan kujelaskan nanti. Kumohon
tolong mengerti. Maafkan aku Key..” Kevin
langsung memutuskan panggilannya.
Aku
hanya terdiam saat Kevin memutuskan panggilan dariku, astaga Kevin lebih
mementingkan wanita dari pada aku kekasihnya sendiri. Siapa wanita itu, apa
hubungannya dengan Kevin. Ya Tuhan, apakah ini yang pernah dikatakan kak Kieran
padaku. Jika Kevin itu tidak baik untukku. Tidak, kak Kieran salah tentang itu.
Tanpa terasa air mataku jatuh, Kevin apakah kau tahu aku sangat mencintamu?
Semalaman
aku tak bisa tidur memikirkannya, aku sangat berharap Kevin menelponku dan
menjelaskan semuanya padaku. Tapi sampai pagi harinya pun dia tak menelponku,
sekarang aku yakin kalau Kevin sudah tak membutuhkanku lagi, dia lebih memilih
wanita itu.
“Keyra.. Key...”
aku tersadar dari lamunanku saat Jayden memanggilku sambil menepuk pipiku.
“Ada apa?”
jawabku sambil menoleh kearahnya.
“Berhenti
melamun Key, ponselmu berbunyi lagi. Sepertinya sangat penting.”
“Tidak..”
jawabku sambil mengambil ponselku dan mematikannya.
“Keyra.. ada apa
sebenarnya? Kalian sedang ada masalah?”
Aku hanya
mengangguk.
“Cerita kan
padaku Key, mungkin aku bisa membantu.” Jawabnya.
“Aku bisa
menyelesaikannya sendiri Jayden, jangan khawatir. Semuanya akan baik-baik
saja.”
Dia menggeleng,
“Kau sangat terlihat tidak baik, dari tadi pagi kau hanya melamun begitupun sekarang. Wajahmu pucat, matamu
sayu. Kau jangan menyiksa dirimu sendiri Key. Aku mengkhawatirkanmu.”
Ahh Jayden,
kenapa kau. Aku ingin Kevin yang seperti ini padaku. Yang sangat peduli padaku.
Tak terasa air mataku mengalir, aku menangis lagi. Hatiku terasa sakit
mengingatnya.
“Keyra.. Keyra,
kumohon jangan menangis.” Dia menyentuh pundakku kemudian menghapus air mataku.
***
Jayden
“Jayden..
Kevin.. dia..” dia langsung memelukku. Aku langsung membalasnya, berusaha
menenangkan Keyra yang menangis.
“Jangan menangis
Key, itu takkan menyelesaikan masalahmu”
“Kevin, kemarin
dengan seorang wanita. Pantas saja dia tidak menghubungiku. Padahal aku
mengkhawatirkannya.” Jawabnya sambil menangis.
Kevin, apa yang
kau lakukan. Aku langsung mengepalkan tanganku. Bisa-bisanya kau menyakiti hati
Keyra. Tidakkah kau tahu Keyra sangat mencintaimu. Ingin rasanya aku memberikan
pelajaran untuk Kevin, karena sifatnya yang tidak tahu diri itu.
Aku membelai
rambut panjangnya “ Key, bicara baik-baik dengan Kevin. Kau tanyakan siapa
wanita itu. kemana dia kemarin. Bicarakan baik-baik.” Aku berusaha menenangkan
diriku sendiri, agar emosiku tak tetap terkontrol.
“Semalam dia
sempat mengatakan padaku kalau ingin menjelaskan semuanya. Tapi aku sudah
menunggu telponnya sampai pagi. Dia tidak menelponku. Aku membencinya.”
“Jadi apa yang
kau inginkan sekarang Key?” tanyaku.
Dia menggeleng “
Aku tidak tahu. Aku tidak ingin bertemu dengannya, bahkan mendengar suaranya
pun aku malas”
“Baiklah,
tenangkan dirimu dulu. Setelah itu bicarakan baik-baik dengan Kevin.”
Dia mengangguk
“Terima kasih Jayden. Kaulah yang bisa menenangkanku saat ini. Seandainya kak
Kieran masih ada...”
“Ssstt..
Bicaralah padaku jika ada masalah Key. Aku akan mendengarkannya.” Aku membelai
rambutnya dan mencium keningnya. “Sekarang berhenti menangis Key..” karena aku
tersiksa melihatmu seperti ini, ucapku dalam hati.
Aku mengeluarkan
sapu tangan dari saku celanaku dan memberikan padanya. Dia mengambil saputangan
yang kuberikan sambil tersenyum “Kau seperti kak Kieran..”
Aku tersenyum
mendengarnya, tapi entah kenapa rasanya aku ingin protes saat dia mengatakan
kalau aku seperti kakaknya. Jayden, apa yang sebenarnya terjadi denganmu?
“Sejak kapan
kita sudah sampai didepan restoran ini?”
“Sudah lama Key,
tapi dari tadi kau hanya melamun. Makanya kau tidak tahu.”
“Maafkan aku
Jayden, pasti kau mau bilang kalau aku mengacuhkanmu lagi.” Ucapnya sambil
cemberut.
“Tidak. Aku
takkan mengatakan itu padamu. Kau saja yang berburuk sangka padaku. Berhenti
menekuk wajahmu seperti itu Key. Kau terlihat sangat jelek. Sekarang
tersenyumlah. Aku merindukan itu.” aku menggoda Keyra.
Tapi dia
menggelengkan kepalanya.
Seperti biasa
disaat aku melihat Keyra yang mulai merajuk padaku, aku langsung mencubit
pipinya. Dan bisa ditebak beberapa saat kemudian dia berteriak.
“Jaydeeennnn,
berhenti. Iya, akan tersenyum.” Lalu dia tersenyum.
Aku menggeleng,
“Senyumanmu dipaksakan.”
Dia kembali
tersenyum, aku senang melihat senyuman itu lagi. Senyuman yang selalu kurindukan
setiap saat. Hmm, sepertinya ada yang salah denganku saat ini.
“Sekarang kau
yang melamun, ayolah Jayden aku lapar.” Keyra menarik tanganku.
“Iya sekarang
kita makan..” Lalu kami turun dari mobil dan masuk kedalam restoran itu.
***
Keyra sudah kembali dari toilet saat
makanan yang kami pesan datang. Kami langsung memakannya, sepertinya kami
berdua sangat lapar.
“Setelah ini
kita makan es krim ya? Aku sudah pesan untuk kita berdua.”
“Andy akan marah
kalau aku makan es krim Key, suaraku akan terganggu.” Jawabku jujur.
“Jayden, tidak
banyak kok. Ayolah, aku ingin kita makan berdua. Tidak akan berdampak apa-apa
pada suaramu. Percayalah..”
Sekarang sifat
manjanya sudah keluar, dia takkan pernah berhenti merengek sebelum kemauannya
dituruti.
“Hmmm...” aku
hanya berguman.
“Pleasee...” Dia
mulai memasang muka memelasnya padaku.
Aku mengangguk,
sambil tersenyum. “ Apa yang tidak untukmu Key..”
“Aahh, terima
kasih Jayden. Kalau begitu kita makan sekarang.” Lalu dia langsung memanggil
salah satu pelayan dan meminta es krim kesukaannya.
“Habiskan dulu
makanannya, baru makan es krim”
“Iya, iya. Kau
lama-lama berubah cerewet ya.”
“Kau yang
membuatku cerewet Key.” Jawabku sambil makan.
Tak lama kemudian es krim pesanan
Keyra datang. Dia langsung tersenyum melihatnya. Keyra benar-benar seperti anak
kecil kalau seperti ini. Dia mulai menikmati es krimnya, sedangkan aku hanya
tersenyum memperhatikannya.
“Jayden, kau
sudah janji untuk makan berdua denganku. Jadi ayolah sekarang..” katanya sambil
menyuapkan es krim itu kemulutku. Spontan aku langsung membuka mulutku.
“Anak pintar..”
ucapnya sambil tertawa.
“Aku bisa
sendiri Key..” lalu aku mengambil sendok yang ada didepanku dan sekarang aku
yang menyuapi Keyra.
“Hahhaa, kenapa
kita jadi seperti ini Jayden.” Dia tertawa saat aku menyuapinya.
“Sepertinya
lebih menyenangkan seperti ini”
Kami berdua
benar-benar menikmatinya, tertawa bersama.
***
Author
Tak jauh dari meja Keyra dan Jayden,
Kevin memperhatikan keakraban diantara
mereka berdua. Keyra nampak tertawa bahagia, begitu pun Jayden. Mereka tanpa
malu-malu memperlihatkan kedekatan satu sama lain. Dia yakin kalau setiap orang
yang melihat mereka berdua akan menganggap kalau mereka adalah sepasarang
kekasih yang sedang kasmaran.
Rahangnya mengeras, raut wajahnya
berubah dingin saat melihat kebersamaan Jayden dan Keyra. Emosi jelas terlihat
dari raut wajahnya saat ini. Seluruh rasa bersalah yang ada didalam dirinya
mendadak hilang saat melihat pemandangan didepannya saat ini. Ingin rasanya dia
meluapkan semua kekesalannya disini. Andai saja sekarang tidak ada klien
penting yang sedang ditemaninya. Mungkin dia akan menyeret Jayden keluar,
mengatakan kalau Keyra kekasihnya dan kemudian menghajarnya habis-habisan.
"Tuan
Kevin.. Klien anda tadi sudah saya antar kemobil. Sekarang dia sudah kembali ke
hotel lagi." Suara asistennya membuat dia mengalihkan pandangannya dari
Keyra dan Jayden.
"Kau
kembali lah kekantor sekarang, aku masih ada urusan." jawabnya dingin.
"Baiklah
Tuan. Saya permisi dulu."
Dia hanya mengangguk menjawab ucapan
dari asistennya. Sesaat setelah asistennya meninggalkannya, dia langsung
menghampiri meja Keyra dan Jayden. Jadi ini yang dilakukan Keyra tanpanya,
tahukah Keyra kalau dia merasa sangat
bersalah karena kejadian tadi malam. Tapi Keyra malah membuatnya sakit hati.
***
Keyra
Jayden berhasil
membuat wajahku belepotan karena es krim.
"Sudah
Jayden, rasanya pipiku sudah penuh dengan es krim karenamu. Kau membuatku
seperti anak kecil saja." Aku mulai membersihkan wajahku dengan tissue yang
tersedia dimeja.
"Sini biar
aku yang membersihkan. Lagi pula kau yang duluan Key.." Jawabnya sambil
mulai mengelap wajahku dengan tissue.
Dia tersenyum,
"Setelah ini, bersihkan wajahmu ditoilet."
"Iyaa
Jayden.. Ini semua karena ulahmu. Sekarang sudah bersih ya." Tanyaku
sambil mencubit hidung mancungnya.
"Iya..
Aahh.. Key..."
"Keyra.."
Suara yang tegas dan tajam terdengar
dari belakangku. Aku langsung berhenti mencubit Jayden, dia yang tadi mengelap
wajahku langsung berhenti. Aku menoleh kebelakang. Kevin, ada Kevin disini.
***
"Vin.."
Jayden menyapa Kevin.
"Aku sedang
tidak ingin berurusan denganmu Jadyen, aku hanya butuh Keyra." Ucapnya
angkuh.
"Key, aku
ingin bicara denganmu. Tapi tidak disini." Dia menatapku tajam. Dari raut
wajahnya dia terlihat sangat marah.
"Apa yang
ingin kau bicarakan Vin? Semuanya jelas kau lebih mementingkan wanita itu
dibandingkan aku kekasihmu sendiri.." Ucapku sambil mendengus kesal.
Bisa-bisanya Kevin marah padaku, padahal seharusnya akulah yang marah padanya.
"Keyra,
bukan tipe ku untuk membicarakan hal pribadi ditempat umum seperti ini,
Ayo.." dia menarik tanganku dengan kasar.
"Vin, maaf
sebelumnya bukan bermaksud untuk ikut campur urusan kalian. Tapi tidak
seharusnya menyelesaikan masalah dengan emosi. Lagipula kau akan menyakiti
Keyra." Jayden menyela pembicaraanku dan Kevin.
Kevin tersenyum
sinis "Aku tahu apa yang harus aku lakukan Jayden. Ku harap kau tidak
terlalu banyak ikut campur. Ayo Keyra, atau aku akan berbuat lebih dari ini."
Dia mengeratkan pegangannya
ditanganku, aku meringis kesakitan. Akhirnya dengan terpaksa aku mengikutinya,
sebelum Kevin lebih marah lagi dan Jayden ikut emosi. Karena saat ini aku
melihat Jayden menatap Kevin dengan penuh amarah.
"Jayden,
aku pergi." ucapku saat meninggalkan Jayden.
Kulihat dia
hanya mematung melihatku pergi dengan Kevin.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar